Jumat, 07 November 2014

Merehabilitasi Hawa, Sang Perempuan, melalui Hermeneutik Resistensi

Merehabilitasi Hawa, Sang Perempuan, melalui Hermeneutik Resistensi

Pada gambar di samping kiri ini, terlihat Hawa di Taman Eden membagi buah pohon pengetahuan bukan kepada Adam yang sedang teler, tetapi kepada perempuan-perempuan lain yang mengantri untuk menerimanya. Bukan hanya Hawa yang ada di taman itu, tetapi juga seorang perempuan lain yang juga memetik buah itu dan membaginya kepada perempuan-perempuan, yang berbaris menunggu giliran. Dalam gambar ini, Hawa dan perempuan lain, adalah para pembebas, para pembawa pencerahan ke dalam dunia.Nah, saya mau merefleksikan tema ini, Hawa sang perempuan pembebas, dalam uraian di bawah ini, demi merehabilitasi diri Hawa yang sudah terlanjur dipandang sebagai sumber dosa asal, pandangan yang celakanya disucikan dan dikekalkan dalam Kitab Suci orang Kristen.Menurut Rasul Paulus, “Hawa diperdayakan oleh ular dengan kelicikannya” (2 Korintus 11:3); jadi, Hawa, bagi Paulus, adalah makhluk bodoh yang kalah lihai dibandingkan seekor ular. Dalam surat 1 Timotius, kita baca:
“Seharusnya perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah dia berdiam diri. Karena Adam yang pertama dijadikan, kemudian barulah Hawa. Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa” (2:11-14).
Seorang pemimpin gereja dari abad 2, Tertullianus, dengan memakai Kejadian 3 sebagai titik pijaknya, menegur keras kaum perempuan Kristen zamannya, demikian,
“Kalian adalah pintu gerbang masuknya setan ke dalam dunia... kalian adalah Hawa yang membujuk Adam, yang setan tidak berani serang.... Tahukah kalian bahwa setiap orang dari antara kalian adalah seorang Hawa? Hukuman Allah terhadap gender kalian tetap berlaku dalam zaman ini; begitu juga, kesalahan yang dibuat Hawa bagaimanapun juga tetap ada” (Tertullianus, De Cultu Feminarum I, 12).
Tentu kaum feminis modern, dengan menggunakan “hermeneutik resistensi” (“hermeneutics of resistance”; atau juga disebut “hermeneutics of liberative vision and imagination”), akan satu suara menyatakan bahwa teks-teks yang menyudutkan dan merendahkan kaum perempuan yang dikutip di atas bukan firman Allah, tetapi firman manusia laki-laki dalam suatu masyarakat patriarkal yang merendahkan dan menindas kaum perempuan...

Baca selengkapnya...

0 komentar:

Posting Komentar

Social Media